Tanya
Diam dalam diam
Tenggelam seribu kata
Menerawang hutan belantara
Gadis perawan, dimanakah?
Laut biru tak menawan
Langit hanyut dalam tawanan
Dugas di atas pasir putih tak keruan.
Perempuan, permata hati, akankah?
Sekujur tubuh tak terindah
Megah
Hanya terbersit satu tanya
Iyakah ?
‘05
Di Sela Kerumunan
Telah hilang impian sudah
Mengintipnya di sela kerumunan
Berharap cemas menemukan
Melang sesuatu terjadi padanya
Tak hiraukan seluruh
Betul, hanya bisa mendambakan
Tak kunjung berhenti
Tak bisa terobati
Seandainya bisa duduk bersanding
Tuan,
Dia hanya impian saja tak berbanding
Mengoyak jiwa
Luluh. Lantak. Binasa.
Tak bersisa.
‘05
Ciut
Kulihat dia masih mempesona
Bak bulan menerangi jelaga
Pandangan matanya
Hangus, hanguskan jiwa
Ini hanya sebuah serenada
Buat anda; Dinda
Dari seorang pengecut
‘05
Kesiangan
Tap...tap…tap…
Uuuuhh…uuhh
Suara riuh rendah
Bergemuruh mengejek
Dasar sok indah!
Kelakar bertambah
Berjalan kaku
Takut salah
Tengok kiri-kanan
Duduk
Dan selesai sudah.
10 Juni ’05
Lesu
Pagi yang lesu
membuta
dungu melungu
tanpa kopi, hilang semua
angin segar seperti biasa
lesu terus
melungu
‘05
Sejenak Saja
Waktu terasa tidak berjalan
Hati. Takut menyekutukan Tuhan.
Dia. Hanya seorang perempuan
Tolongi-ku lewat kata-kata, terbebaskan
Dia hanya perempuan
Tak ada penyekutuan
‘05
Kilas Bayangan
[di bis]
Yakinku menggebu-gebu
Apakah ini tipu
Atau sekedar pengobat rindu pada hati yang pilu
Dengan segenap hati aku mencintai
Tapi aku tak yakin kau kumiliki
05 Juni ‘05
Serapah
Bahwa tak ada yang baru di bawah matahari
Pertemuan dan perpisahan datang silih berganti
Tak usahlah kau takut; mati
Karena, sekali berarti sesudah itu mati.
Cahaya,
Lentera
Dian…!
Nur ulfah
Tak ada yang abadi, takkan ada yang kekal
Semua pasti musnah
Mengenai jenuh
Tulis
Santai
Andai
Baca
Kata
Bisa
Tak
Bisu
Jenuh
Untuk-mu
Dian.
26 Juni ’05
Tak Ingin Berbekas
Kenangan hanya sekilas
Kuharap pantas
Tak terlalu ganas
Aku hanya inginkan itu, manis
Nasi akan segera nanak
Kenangan hanya berharap sekilas
Sayang ‘dia ada yang menunggu’
Kalimat terlampau bias
Itu saja
29 Juli ’05
Hitam
Menyeruak burung gagak
Keluar dari sangkar
Mata tajam nanar menatap
Bergerak…!
Menyibak…!
Sayap terbentang di angkasa
Murka
Menengadah kepala; congkak
Inilah; Aku
Terbang…
10 sept ’05
Suara
Mengental
Suaranya mantul
Ih…gila, merinding
Kendati bingung pilihan kata untuk mewakili; apanya
Mengental
10 September ’05
Bangun Tidur
Udara berkerling dimata
Pagi lelah tak merasa
Sayup sedan sehabis kehidupan semalam
Begitu bosan untuk dipaksakan
11 September ’05
Onggok (?)
Berjalan dengan kepala
Berpikir dengan perut
Bertindak seenak udel
Nista !
Jenggut
Cabut!
Sebel pada kesel
11 September ‘05
Opera Manusia
Pasukan mengangkat senjata
Lapangan, debu pekat menyeluruh
Beribu gejolak tak berpengharapan
Keringat bercucuran. Darah kering kerontang.
Langit menatap panik.
Bumi menjerit.
‘kenapa mesti terjadi perang?”
Genderang berbunyi :
Satu persatu lawan tumpah
Darah berbuncah
Seketika lapangan berubah menjadi tempat jagal
manusia
Dimanakah kedamaian bersembunyi
…
Kudapati di tawa anak kecil
Itupun hanya secuil.
11 September ‘05
Ode Seorang Teman
Temanku berkacamata
lucu dalam berkata
berucap, berujar
membuat semua kelakar
hi…hi…hi…
mengingat wajahnya
Gunung Eskimo gugur dalam dedaunan
Satu kata;
Dingin
Pernah aku berkata dengan dirinya
Hanya seutas senyuman menyapa
‘ah…pura-pura aja.”
‘jadi’ararisin’” ucapnya,
menyapa kepada semua orang
Dedaunan turun dari pohon tak keruan
Bintang gemerincing tak tahan.
Tarian
Satu kata untuknya
Wajah; dingin.
11 September ‘05
Dua Paras
Sumpah…!
Aku pun suka
Tapi kepada keduanya
Tak mengapa, ya?
Meski kuburan tak boleh untuk berdua.
Hati bisa untuk bersama
Salam
11 September ’05
Ode Temanku Lain
Tak berkata
Hanya jiwa berjiwa
Lagak tak congkak
Menatap warna biru keabua-abuan
Tak akan menyangka, bila semua orang
bila
Tak akan mengeluh, bila semua orang
ketika
Tak akan menanya, bila setiap orang
dia
Tak akan meragu, bila setiap orang
cinta
Bila ketika dia cinta
Semua orang tak percaya.
11 September ’05
Kata Langit
Wahyu…
Tafsir bukan datang dari langit
Bukan untuk berkelit
Bukan untuk berpikr dengan sengit
Apa kehebatan pawang ?
Mereka memiliki bahasa untuk terbang
Bersama dengan burung
Tanpa urung
Menerjemahkan
Berjalan dengan kepala
Berpikir dengan perut
Bertindak seenak udel
Nista…!
Merenggut.
Berkata-katalah dengan kata, berbicara jangan bisu
Berbicara dengan ungkap tanpa terperangkap
Nggak bicara melulu
Nggak akan terlalu
Sebuah ide besar bukanlah berjalan di kepala, hanya
Ide besar bisa mendarat dalam dunia nyata
Kata langit ‘tolong sampaikan kata-ku padamu’
13 September ’05
SILAM
Masa lalu,
tak akan menoleh kebelakang
biarlah berlalu tanpa ragu
terobos hari
Temukan makna diri
Serakan kenangan anggap semua; mati!
Karena, hari ini dan selanjutnya adalah hari esok.
13 September ’05
Panas
Kieu panas cari materi
Tak tahu diri
Melejit di hari
Melesat kian mentari
Keringat mencuci badan; laut nil menutupi
13 September ’05
Pemuda
tatapan matanya tegak
suaranya serak
berkoar bahkan menyaingi kokok ayam jantan
hanya untuk beberapa ratus perak
16 September 05
Diam
Di sekitar berisik
Nurani terusik
Induk ayam digangu ‘tika nyileungleum
Nggak enak
Disekitar kata berserak
Berak…!!
Bekat. Tak terkendali.
Perasaan tak bersabuk pengaman
Duduk, tak beranjak
16 September 05
Sendiri
duduk sendiri
riak air dalam keheningan malam
sunyi,
kendaraan melesat tak bertepi masuk dalam kelam
sepi
17 September 05
Padahal
padahal anjing menggong-gong
aku tetap berlari
tak perduli, berjalan dengan hati nurani
wajah dingin mata nyalang tak mengangkang
selurus jalan tol tanpa sabuk pengaman
renggut, cabut
seperti paku skrup
wajah perempuan hanya selintas bayangan
tak ada kenangan
selamat tinggal masa lalu
17 September 05
Diskusi
Semua orang bertanya
Meski tak sampai bersuara
Dalam hati saja
Semua orang berwacana
Meski tak sampai berkata
Dalam pikiran saja
Berbicara tentang sesuatu
Apapun itu
Calo mendengking mencari penumpang
Moderator mengatur, jangan sampai jatuh terlarang
Selalu menggunakan pena
Mendokumentasi setiap kejadian rasa
Kulepaskan celana berlari ke laut lepas
Cepat dan tandas
17 September 05
NGANTUK
Halis mata beradu pelu
Retina mata tak kuat menahan beban
Kepala terantuk-antuk
Tidur. Dari kejauhan
Kematian jangka pendek
Membuka mulut mengeluarkan udara
Uap, kereta api
Menguap, air panas
Menguap. Ngantuk
Tidur…!
Zzztztttzz….
17 September 05
MALU
I
Kata ini kadang mengkungkung jiwa
Dalam penjara merana
Tiada ingin keluar darinya
Tanpa harapan di asa
Selaksa puri berwarna merah jingga
Berkabut, kebiru-biruan
Sampai akhir selayang kosong
Berlari kaki tak ingin
Berteriak mulut terkatup
Di balik jeruji, mereka menyebut nista
Orang-oranmg menuduh pada hidung mancung depan senjata
Tak percaya-caya pada ungkap kata
Dari mana saja
II
Ingin keluar sungguh
Tak ada pesan menyeluruh
Tiada pesan di sekujur tubuh
Sementara aku pergi berlari dengan air mata
Tajam
Mencolok
Hanya daging sepotong seonggok
Biduan menyanyi
Tapi tak menghiburku lagi
Lagi lagi dan lagi
III
Aku mau pergi kaki tak ingin
Ingin melompat jantungtak kuat
Menjerit mulut terkatup
Rapat
Hanya
diam…
17 September 05
PASANGAN
Aku tak hendak
menjadikan seorang perempuan pasangan
kalau mengelak
tak terlalu mau, aku
aku seperti biasa saja
Binatang jalang mengembara di hutan belantara
bulan, matahari, bintang akan datang tanpa yang lain
aku seperti biasa saja
Tuhan, menciptakan semua berpasangan
aku kini bahagia
seperti biasa saja
tak memaksa
17 September 05
Ini Satu Puisi
Kalut dengan berbagai metode
lantak menyuguhkan kata sekehendak
tukang obat menjajakan obat
meruat hakikat satu kata
merangkai sebuah kalimat
menyusun paragraph, penat
harus bagaimana berbuat?
17 September 05
Riak Tak Berkesudahan
Air riak tak berhulu
Dari manapun ia berada, tak berkesiapan
Mengalir kemanapun di tempat persinggahan
Lurus, tak tengok kiri-kanan
Menatap, tanpa ada ketinggalan
Maju, tiada mundur untuk enggan
Melaju, melesat, melompat
Memetik bintang
Tempatkan dalam batu nisan
Kerlip cahayanya selalu terang
18 September 05
KHIANAT
Mendulang cuka dari seorang sahabat
Kadang bisa guyah bersama
Kadang menelan mangsa
Dimanakah rasa saling percaya
Bila senggama semesta berbohong pula, dusta
Kepada siapa bertanya
Mengadu peri terpendam
Ngilu seperti disayat sembilu
Luruh dalam dendam
Pusat pusaran kebijaksanaan
19 September 05
Tak Perlu Bicara
Tak perlu berbicara hanya duduk saja
Mendengarkan…saja
Tak bermakna
Riak kata
Tak selalu bermuara bijaksana
Alur jumawa
Tak membawa apa-apa
Terkekeh malu
Mendengar kau bicara
Tak perlu bicara
Bisu, kebenaran adalah segalanya. Aku berjalan dengan pemahaman, tak perlu ku bicarakan apa kehendak, pastinya kau mengelak, sebab sudah memiliki pemahaman
Bebicara
cara
berkata
tak
harus
bersuara
kau akan tahu apa yang kumau namun sejenak saja kuminta dendangkan sebuah lagu sendu untuk mendamaikan gardu. Gardu membawa batu
23 September 05
HANCURKAN PULAU
Waktunya masih panjang
Tapi sengaja ia potong
tak kukenakan gaun malam, siang ini
bimbang
seruak dalam dada
kegelisahan dan keresahan
ombak menderu di tepi pantai
kisruh pasir putih tengah hari
delik mata anjing, menggonggong
sedan lagu merdu burung, berkicau
hancurkan pasir putih sekarang
tanpa menoleh ke belakang
hancurkan pulau
24 September 05
Buku
Aku membaca
Berbagai rentetan aksara
Aksara bersatu padu berderet menyusun nada
berkelindan, berembuk berubah menjadi jiwa raga
Keutuhan terbesar aksara adalah tindakan nyata
Hanya seonggok jasad tak akan mengerti bagaimana
Siapa
apa
Tanpa ada pemahaman, pendalaman terhadap kebuntuan aksara
Dogma, buta, paradigma semua ada padanya
24 September 05
BERPISAH
Reguk teguk
Guyah bersama
Berkelindan
Bersatu padu
Seikat
24 September 05
BEBAS
Akulah yang kelu
Beku
Membatu
Diam kata dalam seribu
Padahal aku tak mau tahu
Yang kuinginkan adalah yang kulakukan
Tiada kepenjaraan manusia di dunia
Selain persepsi lain diri
Jadilah merdeka
Melenggang sanasini
Anjing menggonggong kafilah tetap berlalu
Wanita, aku tak mau tahu apa yang kau sangka
Yang jelas
Aku merdeka…!
Bebas
24 September 05
Perjalanan Disela Kosong
Kutembus rona di bibirmu
Tak dinyana manis sekali
Tak ada apaapa disana hanya segumpal hati
Terbawakan gila
Apa pula kusebutkan hal ini, padahal tak ada artinya
Padahal tak ada artinya
Tiada bermakna
Kelihatan mana ada perempuan di dadanya
kata adalah mantra, mistis, membius jiwa
sampai ke sumsum darah
kata bertenaga revolusi, nonjok segala kebisuan
merombak seluruh keformalan
hancur, lebur, luluh, lantakkan semua binasa
berambisi dengan berkuasa
hegemoni ungkap Gramsci
Kuraba dada diriku kupelajari seluruh makna dalam jiwa
Ngecup lutut tak bertambah
pening kepala terus gundah
perjalanan di sela kekosongan,
benar-benar kosong yang tak bermakna
25 September 05
A + a
Tak ada apa-apa
siapa
dimana
hanya
saja
bagaimana
nyana
sangka
dusta
luka
apa luka akan berdusta
untung kata tak berdusta mengenai luka
luka menghilangkan cinta
hapus saja
25 September 05
Tujuh kali bilang cinta
Jangan kau tolak aku
Seperti dulu.
Terima saja…!
25 September 05
TERASING
Zaman telah merenggutku
Mencabik, mengoyak dan mencuci paksa aku
Melempar dan mendamparkan aku di saujanamana
tak tahu
terhening dan terasing
berlari dalam hutan belantara
hanya tumbuhan liar dan semak belukar
terpengkur aku
bayangan masa silam memburu terus menghantu
kilatan masa depan terkekeh sementara samar
di depanku cerulit di belakang gobang
….
Bingung
06 oktober 05
MALAS
Tak mau beranjak bangun
Kepala pening sejenak tertegun
Tergeletak di kasur sendirian
Memecah kesunyian
Mencari satu persembahan
Cahaya matahari panas
Menusuk, melingkar menembus ke belakang punggung
tak urung
akan bangkit di atas kasur
menyelusuri arti makna diri
mencari semangat yang baru lagi
07 oktober 05
POJOK BUMI
Terhuyung
terpelanting
terhumbalang
tersungkur
di sudut
aku berdiri
lagi
tertatih melawan angin
kuseka keringat dingin
di dahi
ah…
lesu
letih
lelah
lemas
tak berdaya
tergeletak
jauh berjarak
angin bantulah aku, endap pikiran dan rasa
dimana aku bisa melanjutkan studi kehidupan
air liur semakin pahit menjalar keseluruh tubuh
dan ruh
untungnya tidak!!!
Sakit, sisa hari kemarin kubawa lagi hari ini
Mual, sisa hari kemarin kucoba hilangkan lagi
Pedih, peri
Bidadari tolong selamatkan diri ini
Dari kehampaan jeruji kehinaan
Terhuyung
terpelanting
tersingkir
tersungkur
terpengkur
di pojok
bumi
08 oktober 05
Siang Hari
(untuk para birokrat)
Panas
Keringat
Menyembul keluar dari sela-sela rambut
Mengalir melewati pipi ke bawah terus
merenggut
siang hari
(orang sepakat dari jam dua belas sampai jam setengah empat)
para pengemis mencaci maki, setiap saat
para birokrat rapat untuk kesengsaraan rakyat
di atas jerit tangis mereka berdiri
jas dari darah TKI
para birokrat
keparat.
08 oktober 05
DIANTARA DUA EKSTRIM
Perutku mual
Seperti dipelirit; air kelapa menjadi hampas, diperas
Putih. Pucat pasi tak berbekas
Nyeri. Tak terperi; ini sakit kata orang karena kopi
Adalah sebuah kesesatan biologis
Menjerit. Bibirku nyinyir meringis
Aduh…! Tolong sakit sekali!!
Sementara kepala terus dijejali kata
Supper mall yang ramai dikunjungi pengunjung
berbelanja
bergiat dalam keseharian
sebenarnya apa yang dicari?
Tolong kau putar kembali hingga kini;
Apa yang kau dapatkan?
Perutku mual
kepalaku mutar
08 oktober 05
MUIR
Ta,
ta,
ta,
ta, kalut
ta, lut but
ta, lut but
ta, ka ka
ta, lut but
ta, lut, kalang kabut
ta, takut lang but
kata kut lang ka
ta ta ka lang
kut kut lang
kut
09 oktober 05
TAK MAU BERGERAK
Silakan mau berkata
tak mau mendengar
Silakan mau berucap
tak mau mengecap
pergi saja…!
silakan mau berbicara
tak mau menghirau
silakan mau menafsir
tak mau menggubris
enyah saja…!
Gunung meletus, ombak menyeruak
angin puyuh berhumbalang, bumi retak
langit runtuh, manusia jatuh
silakan saja
aku diam
09 oktober 05
Chairil Anwar
-dari sajak Monginsidi, Subagio Sastrowardoyo-
aku adalah dia
yang kusebutkan di muka
dengan dada dan mata merah
dengan semangat membara
aku akan dia
yang kupagutkan dalam pikir dan rasa
dengan pena menghunus musuh di depan
sebuah penyatuan kehidupan
aku menjadi dia
aku bersungguh-sungguh; tak berdusta
hidupku adalah hidupnya
dibangun dari sumsum dan darah
dari kepala
mendidih terlihat di mata
aku benar dia
benar-benar dia
yang meninju para keparat jepang
sehingga berkata:
“ayo…siapa yang akan lebih dahulu menyerah kalah pada kebinatangan ini”
aku terbentuk-nya pada dia
tangan mengepal
tak takut; gentar!
Semua orang melihat pada-nya[ku]
Aku adalah dia
Semangatku adalah semangatnya
Akulah dia
Yang berkata: merdeka!…
di tengah manusia kelu
untuk berkata
yang menulis : bung ayo bung !
dalam pamflet kemerdekaan
jadilah dia
akulah dia
09 oktober 05
Seorang Tokoh
(mengenai dali)
lucu. Seorang teman mengaklamasikan diri
tak ada yang salah, karena dia menyukai
entar…disambung lagi.
Neon Warisman
09 oktober 05
KATA I
belukar aku bersembunyi di pohon kalimat
menyaksikan. Selamat
pembunuhan, perampokan, pemerkosaan karena kata
aku percaya dengan sumsum dan darah kepada Tuhan
karena kata
aku mengasihi kepada seorang perempuan
karena kata
aku perjuangkan seumur hidup untuk kebahagiaan
karena kata
huruf melibas dalam kalimat meruntut menyusun
sebuah kata
09 oktober 05
Ta-Kata
tik tak
tak tik
tok tik
tak tuk
tuk tak
tek tok
tataberkatakatakatatakatakertaraharjatatanantuntunantatkayatanmalakapadahalsiapadia
09 oktober 05
TIBA
tak kuasa
tiba pada waktunya
jam empat lebih empat puluh tiga empat
memakai renda berwarna jingga
tak boleh telat, sedetik
aku menunggu disini selalu.
09 oktober 05
Rindu Terpotong
ternyata aku masih rindu
seperti dulu
sedari dulu
meski sembilu
menyayat pilu
tergerus oleh waktu
tetap dan terus
menunggu
kamu
27 oktober 2005
Ah…ke-Kalah-an
aku kibarkan panji eksistensi
mengubur seluruh rindu di sanubari
kunyatakan perang dengan tatapan matamu
kualunkan genderang badai di depan senyummu
ku atur siasat paling jitu untuk berkilah darimu
ku…aku persiapkan segalanya untuk merobohkanmu
namun, pada suatu pagi
ingatan berbisik tak terasa
memberikan pesan
wajahmu
senyummu
polahmu
kikukmu
matamu
serentak aku bertanya
hei kemana strategiku, pudar !
hei dimana genderangku, sumbar!
Hei kapan perangku, jangar!
Kau benar
Aku masih rindu
27 oktober 05
Siapa
siapa yang akan menjadi pendampingku
menurunkan keturunan
siapa yang akan menenangkan keresahanku
mencoba menghibur di saat duka
siapa yang akan menemani malam panjangku
menyelimuti angin yang kian dingin
siapa yang akan melestarikan fahamku
merajut mimpi bersama
siapa yang akan meneruskan ini
ketika hati mati
siapa siapa
siapa siapa
siapa siapa
SIAPA
Padahal
Kenapa kau khianati janji
Padahal kau lihat aku setia
Padahal…
Mestinya aku tak mencintai
1 November 05
KATA II
kata tak berkata-kata
kata tak bersuara
kata tak berbicara
kata tak berujar
kata tak berungkap
kata hanya diam
kata tak berani membunuh
kata tak bakal memperkosa
kata tak ingin mengkhianati
kata tak mau berbohong
kata tak akan mencekik
kata hanya diam
kata tak berkata-kata
kata siapa
katakana dimana
kata mengapa
kata bertahta diatas kepala
melakukan tindakan nyata
kata bermahkota pada bijaksana
yang
tak akan mandi, makan kemudian pergi setelah
kenyang
kata bukan kata-kata sembarang
kata mampu menembus cakrawala, mengoyak jiwa
raga sang membaca
kata membawa misi-misi seorang pencerita meresap tanpa tersadari
kata menguak kebohongan menjadi kebenaran
kebenaran lenyap muncul dusta
begitu seterusnya
coba simak
siapa yang berani membunuh dengan kata
siapa yang berani memperkosa dengan kata
kata
takut
sikut
mengkerut
larut
dari
mulut
muncul
penakut
datang
pengecut
pergi
ke sudut
bertingkah
seenak perut
2 November 05
Kenangan Di Jalan
waktu itu ia naik delman
haori; seorang perempuan
aku berjalan menyusuri sisi
bersama teman
ketika tatapan mata kami menyatu
layaknya suraloka berada di depan mata
seketubuh dalam seluruh
dia lemparkan senyuman
sembari lambaikan tangan
berseri senyuman
kujawab dengan senyuman simpul
sebab kumalu;
miliknya bersama-ku
tapi aku bahagia mengenai
pertemuan itu mengenai
senyuman itu mengenai
lambaian tangan itu
perihal kenangan itu
2 November 05
Maaf
kugoreskan pena
hendak merubah maaf dalam kata
membalut makna
kuambil langkah pikiran
hendak merubah maaf menjadi tindakan
menngharap kebahagiaan
kucetuskan cerita
hendak mengganti dengan sebuah deretan episode
menjumput hikmah
maaf
terbersit menyeruak dalam benak
kesalahan sempat dilakukan
kekisruhan termakarkan
tindakan menjadi setan
deretan kalimat menjelma malaikat
maaf aku dulu membuatmu luka
mengganggu sayatan menjadi ternganga
lebih besar
kaupun jadi gusar
maafkan
2 November 05
Sakti Pena
menulis adalah perjuangan
antara menguatkan kebahagian
meredam kepedihan
menggabungkan kata-kata, berubah jadi kalimatm meruntun sebuah paragraph tercipta sebuah prosa
sajak
puisi
cerita
roman
aporisma
atau apa saja
dengan sebuah cerita derita menjadi tertanggungkan
menulis adalah kehidupan
tinta air lautan
pena hutan belantara
sementara
garispanjang titian hidup; kita
kertasnya
mengabadikan usaha rakyat jelata
tidak kaya raya
menjadi pahlawan
panutan
pedoman
pelajaran
menggerakkan tangan menuntut dapatkan
makna
2 November 05
Seperti Biasa
matahari terbit dari barat tenggelam di sebelah timur setiap manusia per se menghirup udara
kepala sekolah pergi ke kantor
ada kejahatan terjadi di belahan dunia
perampokan, pembunuhan, pembegalan, pembunuhan, pekerjaan kotor…!
Manusia makan ketika lapar
minum ketika haus
umat manusia ada mati kelaparan
ada bahagia mendapat tunjangan
ada menangis
bersedih
meringis
bersuka ria
semua kejadian seperti biasa
bulan, bintang, matahari berputar pada porosnya
pagi diganti siang
siang ditelan petang
petang ditendang
malam bertandang
pagi datang
tak ada yang beda hanya setiap makhluk bertambah usia satu hari
makin akrab dengan mati
4 November 05
Khayalan
menunggu bidadari
menanti peri
…selalu dinanti
setia membuka mata di pagi hari
meski kawah panas ada di sanubari
datang dengan jentik jari jemari, membahagiakan
datang dengan tatapan mata, menghangatkan
tutur kata lembut pengharapan
menanti datangnya pernikahan
untuk mengisi kekosongan jiwa hampa
tiada terperi bukan iri
selalukah harus dinanti
kapan datangnya wahai kau peri, bidadari, putrid, haori
oh tak pasti
tapi kau
selayu bunga tanpa tetesan air
sebusuk batu nisan tak pernah dibersihkan
bidadari datanglah padaku
kau selalu dinanti
6 November 05
Singgap
dimana hidupku
disini kosong
disana kosong
diam tak selalu
bicara mengganggu
dimana tempatku
6 November 05
Lepaskan Saja
sudah lepaskan saja bunga itu
biarkan ia mekar digenggaman orang lain
sudah relakan saja kembang itu
biarkan ia merekah di taman orang lain
sudah biarkan saja
sudah biarkan saja
tak perlu meneteskan air mata karena kepergiannya
ia tak mungkin kaumiliki
kalaupun bisa bagaimana pula kau memperlakukannya
hentikan saja siraman bunga itu
coba, sedari dulu kau sadar
8 November 05
Entahlah
dunia dihiasi tradisi
ada harapan, ada ketakutan
doktrinasi
menjejal sampai mati
kau tak bisa elak; hanya ikuti
kau tak bisa berkelit; tak usah tangisi
genggam erat kebijaksanaan dalam kepala
lakukan cermat kebahagiaan dalam kakikata
8 November 05
Segan
segan tak mau mendekat likaliku semburat
terjawab sudah; rembulan menjaga pagi
mencuri eksistensi matahari
derivasi cahaya menuntun
jemarijemari
rakit rakit berhaluan di atas gelombang pasang
nelayan lepas tandas menantang
berjuang untuk perang melesat kedepan
jangan tak pulang
27 November 05
Mencari Jodoh
aku pergi ke taman penuh bidadari
berjejer duduk rapi
bergaun anggun tak bersayap
adalah hinggap dalam hati
adakah seorang bidadari kunikahi
kutengok ke sekeliling
semua pergi
27 November 05
SAAT OMONG TAK KOSONG
AKU BERBICARA DENGAN WAKTU
DISUMPAHI LANGIT
AKU BERKATA DENGAN LAKU
DISAKSIKAN BUMI
1 DESEMBER 05
Saat Aku
aku tak menjadi aku
saat aku mengaku-ngaku
kau terpaku melihatku
kelu seribu diserbu
pertanyaan sembilu
memutar waktu
kian tak terus
1 desember
Anjing…!
Anjing benar kau adanya
Ku berteriak tak menghirau
Anjing benar kau adanya
Ku berkata dijawab ucapan sengau
Anjing…!
Anjing…!
Kotoran sampah, tulang belulang adalah nafasmu
Borok, liur, ludah, lidah menjulur
Anjing benar kau adanya
Gongmenggonggongdalamtong
Sumpah, anjing benar kau adanya.
2 desember 05
Maki
Wajah, hati ini milik siapa
Berkencan dengan siapa khianat saja
Hati mengecup dahi
Maki saja dengan kata ilahi
Angkat kaki saja dari sini
Tak terpuji
Berjalanjalan jalan lurus memandang kedepan
Tantangan halangan rintangan…
Dekat setan menyapa
Oh… ini siapa
Tak ada yang rugi, mau kemana
Tak perlu ucap cecah jiwa
Dasar bangsat!
Nada penghidupan, kertas ceruk rasa
Menggelar sajdah terhampar
Semua orang terlempar terkapar
Tak bernyawa
Ini hati milik siapa?
Miliksiapa?
Kecut nyawa…
Terkabur tak berperasa
Ini hati milik siapa
Milik siapa
Milik siapa
Jangan berucap aneh
Sepi dalam keramaian
Pengantin tak berpenghuluan
Berpelukan
Reguk caci jiwa dan nyawa
2 desember 05
Panggilan
nada jiwa menyeru
tak kuasa ‘tak menghirau
memanggilmanggil membentot kesadaran tujuan
mengingatkan siapa aku di bumi
mengernyitkan dahi menanti ilham
datanglah oii…!
kuputar narik kendali
kuikatkan tali temali
jarijemari bisu. Tuli
tak berkata
bicara
bersuara
datang tiba-tiba menghenyak, menghentak
aku diam terpaku,tersentak
mataku nyalang tidak picing
badanku gemetar. Rambutku terurai
kepalaku pening. Terpelanting. Bingung
ini malam siapa punya
wajah berdarah oleh siapa luka
ambil saja cemeti. Rusakkan gada
mari menari
menuju suraloka
2 desember 05
Heran
Tak biasa
Tak bercengkrama
Kau pulang, begitu saja
2 desember 05
Pemandangan
kulemparkan pandang di sebalik jendela
terhampar pemandangan pohon hijau di pagi hari
tiap pasti besok datang lagi
mengingatkan kemusnahan datang menerpa
menguatkan kehidupan tidak abadi
siklus tak terhenti sampai disini
cecah mencakmencak ketika bicara
nanti di siang hari
apakah siang akan ada pemandangan lagi?
2 desember 05
Buat Hendra
kenapa sih kau bulat
berbicara mata selalu tertutup
kaki bergerak jempol tertarik ke atas
kenapa sih kau bulat ?
apakah perut borobudur bertempat
kenapa sih kau bulat
kenapa sih kau bulat
bulat
2 desember 05
Bulat
bul at
bul at
bul at
bul at
bul at
bul at
bul at
bul at
bul at
2 desember 05
Tegang
menghentakkan kaki. Memerah mata
meneriakan suara meski terbatabata
“binatang kau adanya”
mata terbelalak, sebilah pisau ia angkat
ditancapkan ketubuhnya, matanya
darah membuncah. Tapi ia tertawa,…menangis
dan
mati
2 desember 05
Isteri
“jadilah pendamping hidupku”
“jangan pergi sendiri”
pintu terpelanting
nyelonong keluar dan berkata
“bayar dulu sisa kemarin”
…
“dasar pelacur…!”
Saat Omong Terus Kosong
bohong
…
melompong
bersuara tak terdengar kata
menulis dimana tulisan, tiada
melukis tanpa kanvas, cat, pena, penghapus
melongo saja
menikah ; pengantin kabur, mahar tipis, penghulu ngutang
mengendara tanpa kendara, jalan kaki saja
2 desember 05
Tungkul
terkatup. Tertunduk
dzhh….zzzzhh
ngantuk
2 desember 05
Jengah-ku
-Sekedar penghantar-
Lembaran hari, titian detik, gerusan waktu tak tentu mendapatkan sesuatu, dengan kata tertanggungkanlah sebuah derita. Kata kata ini hanya mampu untuk berkata kata tanpa pretensi apa-apa. Mohon diterima dengan arif bijaksana karena berasal dari manusia yang hanya mampu melungu supaya tidak disebut dungu.
Penggalan rasa, kadang berisi kekakuan laku termanifestasi dalam rentetan kata.
Kupersembahkan ini padamu haori yang telah dirampas dari kekinianku. Kusuguhkan ini untuk secangkir kopi mocacino yang setia menemani merangkai kata; tersusun sebuah nada. Rasa pahit-mu membangkitkan inspirasi meski membuat sakit. Bagi keluarga, teman, sahabat, musuh, haori, aku yang lain.
Kupersembahkan ini untuk-Mu Semesta…!
N
a
h
-katadititiknol-
Te-Taufiq-Er
Tidak ada komentar:
Posting Komentar