Jumat, 09 November 2007

sajak-sajak

Tanya

Diam dalam diam

Tenggelam seribu kata

Menerawang hutan belantara

Gadis perawan, dimanakah?

Laut biru tak menawan

Langit hanyut dalam tawanan

Dugas di atas pasir putih tak keruan.

Perempuan, permata hati, akankah?

Sekujur tubuh tak terindah

Megah

Hanya terbersit satu tanya

Iyakah ?

‘05

Di Sela Kerumunan

Telah hilang impian sudah

Mengintipnya di sela kerumunan

Berharap cemas menemukan

Melang sesuatu terjadi padanya

Tak hiraukan seluruh

Betul, hanya bisa mendambakan

Tak kunjung berhenti

Tak bisa terobati

Seandainya bisa duduk bersanding

Tuan,

Dia hanya impian saja tak berbanding

Mengoyak jiwa

Luluh. Lantak. Binasa.

Tak bersisa.

‘05

Ciut

Kulihat dia masih mempesona

Bak bulan menerangi jelaga

Pandangan matanya

Hangus, hanguskan jiwa

Ini hanya sebuah serenada

Buat anda; Dinda

Dari seorang pengecut

‘05

Kesiangan

Tap...tap…tap…

Uuuuhh…uuhh

Suara riuh rendah

Bergemuruh mengejek

Dasar sok indah!

Kelakar bertambah

Berjalan kaku

Takut salah

Tengok kiri-kanan

Duduk

Dan selesai sudah.

10 Juni ’05

Lesu

Pagi yang lesu

membuta

dungu melungu

tanpa kopi, hilang semua

angin segar seperti biasa

lesu terus

melungu

‘05

Sejenak Saja

Waktu terasa tidak berjalan

Hati. Takut menyekutukan Tuhan.

Dia. Hanya seorang perempuan

Tolongi-ku lewat kata-kata, terbebaskan

Dia hanya perempuan

Tak ada penyekutuan

‘05

Kilas Bayangan

[di bis]

Yakinku menggebu-gebu

Apakah ini tipu

Atau sekedar pengobat rindu pada hati yang pilu

Dengan segenap hati aku mencintai

Tapi aku tak yakin kau kumiliki

05 Juni ‘05

Serapah

Bahwa tak ada yang baru di bawah matahari

Pertemuan dan perpisahan datang silih berganti

Tak usahlah kau takut; mati

Karena, sekali berarti sesudah itu mati.

Cahaya,

Lentera

Dian…!

Nur ulfah

Tak ada yang abadi, takkan ada yang kekal

Semua pasti musnah

Mengenai jenuh

Tulis

Santai

Andai

Baca

Kata

Bisa

Tak

Bisu

Jenuh

Untuk-mu

Dian.

26 Juni ’05

Tak Ingin Berbekas

Kenangan hanya sekilas

Kuharap pantas

Tak terlalu ganas

Aku hanya inginkan itu, manis

Nasi akan segera nanak

Kenangan hanya berharap sekilas

Sayang ‘dia ada yang menunggu

Kalimat terlampau bias

Itu saja

29 Juli ’05

Hitam

Menyeruak burung gagak

Keluar dari sangkar

Mata tajam nanar menatap

Bergerak…!

Menyibak…!

Sayap terbentang di angkasa

Murka

Menengadah kepala; congkak

Inilah; Aku

Terbang…

10 sept ’05

Suara

Mengental

Suaranya mantul

Ih…gila, merinding

Kendati bingung pilihan kata untuk mewakili; apanya

Mengental

10 September ’05

Bangun Tidur

Udara berkerling dimata

Pagi lelah tak merasa

Sayup sedan sehabis kehidupan semalam

Begitu bosan untuk dipaksakan

11 September ’05

Onggok (?)

Berjalan dengan kepala

Berpikir dengan perut

Bertindak seenak udel

Nista !

Jenggut

Cabut!

Sebel pada kesel

11 September ‘05

Opera Manusia

Pasukan mengangkat senjata

Lapangan, debu pekat menyeluruh

Beribu gejolak tak berpengharapan

Keringat bercucuran. Darah kering kerontang.

Langit menatap panik.

Bumi menjerit.

‘kenapa mesti terjadi perang?”

Genderang berbunyi :

Satu persatu lawan tumpah

Darah berbuncah

Seketika lapangan berubah menjadi tempat jagal

manusia

Dimanakah kedamaian bersembunyi

Kudapati di tawa anak kecil

Itupun hanya secuil.

11 September ‘05

Ode Seorang Teman

Temanku berkacamata

lucu dalam berkata

berucap, berujar

membuat semua kelakar

hi…hi…hi…

mengingat wajahnya

Gunung Eskimo gugur dalam dedaunan

Satu kata;

Dingin

Pernah aku berkata dengan dirinya

Hanya seutas senyuman menyapa

‘ah…pura-pura aja.”

‘jadi’ararisin’ucapnya,

menyapa kepada semua orang

Dedaunan turun dari pohon tak keruan

Bintang gemerincing tak tahan.

Tarian India

Satu kata untuknya

Wajah; dingin.

11 September ‘05

Dua Paras

Sumpah…!

Aku pun suka

Tapi kepada keduanya

Tak mengapa, ya?

Meski kuburan tak boleh untuk berdua.

Hati bisa untuk bersama

Salam

11 September ’05

Ode Temanku Lain

Tak berkata

Hanya jiwa berjiwa

Lagak tak congkak

Menatap warna biru keabua-abuan

Tak akan menyangka, bila semua orang

bila

Tak akan mengeluh, bila semua orang

ketika

Tak akan menanya, bila setiap orang

dia

Tak akan meragu, bila setiap orang

cinta

Bila ketika dia cinta

Semua orang tak percaya.

11 September ’05

Kata Langit

Wahyu…

Tafsir bukan datang dari langit

Bukan untuk berkelit

Bukan untuk berpikr dengan sengit

Apa kehebatan pawang ?

Mereka memiliki bahasa untuk terbang

Bersama dengan burung

Tanpa urung

Menerjemahkan

Berjalan dengan kepala

Berpikir dengan perut

Bertindak seenak udel

Nista…!

Merenggut.

Berkata-katalah dengan kata, berbicara jangan bisu

Berbicara dengan ungkap tanpa terperangkap

Nggak bicara melulu

Nggak akan terlalu

Sebuah ide besar bukanlah berjalan di kepala, hanya

Ide besar bisa mendarat dalam dunia nyata

Kata langit ‘tolong sampaikan kata-ku padamu’

13 September ’05

SILAM

Masa lalu,

tak akan menoleh kebelakang

biarlah berlalu tanpa ragu

terobos hari

Temukan makna diri

Serakan kenangan anggap semua; mati!

Karena, hari ini dan selanjutnya adalah hari esok.

13 September ’05

Panas

Kieu panas cari materi

Tak tahu diri

Melejit di hari

Melesat kian mentari

Keringat mencuci badan; laut nil menutupi

13 September ’05

Pemuda

tatapan matanya tegak

suaranya serak

berkoar bahkan menyaingi kokok ayam jantan

hanya untuk beberapa ratus perak

16 September 05

Diam

Di sekitar berisik

Nurani terusik

Induk ayam digangu ‘tika nyileungleum

Nggak enak

Disekitar kata berserak

Berak…!!

Bekat. Tak terkendali.

Perasaan tak bersabuk pengaman

Duduk, tak beranjak

16 September 05

Sendiri

duduk sendiri

riak air dalam keheningan malam

sunyi,

kendaraan melesat tak bertepi masuk dalam kelam

sepi

17 September 05

Padahal

padahal anjing menggong-gong

aku tetap berlari

tak perduli, berjalan dengan hati nurani

wajah dingin mata nyalang tak mengangkang

selurus jalan tol tanpa sabuk pengaman

renggut, cabut

seperti paku skrup

wajah perempuan hanya selintas bayangan

tak ada kenangan

selamat tinggal masa lalu

17 September 05

Diskusi

Semua orang bertanya

Meski tak sampai bersuara

Dalam hati saja

Semua orang berwacana

Meski tak sampai berkata

Dalam pikiran saja

Berbicara tentang sesuatu

Apapun itu

Calo mendengking mencari penumpang

Moderator mengatur, jangan sampai jatuh terlarang

Ada satu orang

Selalu menggunakan pena

Mendokumentasi setiap kejadian rasa

Ada yang gerang, bete, ngantuk, berapi-api

Kulepaskan celana berlari ke laut lepas

Cepat dan tandas

17 September 05

NGANTUK

Halis mata beradu pelu

Retina mata tak kuat menahan beban

Kepala terantuk-antuk

Tidur. Dari kejauhan

Kematian jangka pendek

Membuka mulut mengeluarkan udara

Uap, kereta api

Menguap, air panas

Menguap. Ngantuk

Tidur…!

Zzztztttzz….

17 September 05

MALU

I

Kata ini kadang mengkungkung jiwa

Dalam penjara merana

Tiada ingin keluar darinya

Tanpa harapan di asa

Selaksa puri berwarna merah jingga

Berkabut, kebiru-biruan

Sampai akhir selayang kosong

Berlari kaki tak ingin

Berteriak mulut terkatup

Di balik jeruji, mereka menyebut nista

Orang-oranmg menuduh pada hidung mancung depan senjata

Tak percaya-caya pada ungkap kata

Dari mana saja

II

Ingin keluar sungguh

Tak ada pesan menyeluruh

Tiada pesan di sekujur tubuh

Sementara aku pergi berlari dengan air mata

Tajam

Mencolok

Hanya daging sepotong seonggok

Biduan menyanyi

Tapi tak menghiburku lagi

Lagi lagi dan lagi

III

Aku mau pergi kaki tak ingin

Ingin melompat jantungtak kuat

Menjerit mulut terkatup

Rapat

Hanya

diam…

17 September 05

PASANGAN

Aku tak hendak

menjadikan seorang perempuan pasangan

kalau mengelak

tak terlalu mau, aku

aku seperti biasa saja

Binatang jalang mengembara di hutan belantara

bulan, matahari, bintang akan datang tanpa yang lain

aku seperti biasa saja

Tuhan, menciptakan semua berpasangan

aku kini bahagia

seperti biasa saja

tak memaksa

17 September 05

Ini Satu Puisi

Kalut dengan berbagai metode

lantak menyuguhkan kata sekehendak

tukang obat menjajakan obat

meruat hakikat satu kata

merangkai sebuah kalimat

menyusun paragraph, penat

harus bagaimana berbuat?

17 September 05

Riak Tak Berkesudahan

Air riak tak berhulu

Dari manapun ia berada, tak berkesiapan

Mengalir kemanapun di tempat persinggahan

Lurus, tak tengok kiri-kanan

Menatap, tanpa ada ketinggalan

Maju, tiada mundur untuk enggan

Melaju, melesat, melompat

Memetik bintang

Tempatkan dalam batu nisan

Kerlip cahayanya selalu terang

18 September 05

KHIANAT

Mendulang cuka dari seorang sahabat

Kadang bisa guyah bersama

Kadang menelan mangsa

Dimanakah rasa saling percaya

Bila senggama semesta berbohong pula, dusta

Kepada siapa bertanya

Mengadu peri terpendam

Ngilu seperti disayat sembilu

Luruh dalam dendam

Pusat pusaran kebijaksanaan

19 September 05

Tak Perlu Bicara

Tak perlu berbicara hanya duduk saja

Mendengarkan…saja

Tak bermakna

Riak kata

Tak selalu bermuara bijaksana

Alur jumawa

Tak membawa apa-apa

Terkekeh malu

Mendengar kau bicara

Tak perlu bicara

Bisu, kebenaran adalah segalanya. Aku berjalan dengan pemahaman, tak perlu ku bicarakan apa kehendak, pastinya kau mengelak, sebab sudah memiliki pemahaman

Bebicara

cara

berkata

tak

harus

bersuara

kau akan tahu apa yang kumau namun sejenak saja kuminta dendangkan sebuah lagu sendu untuk mendamaikan gardu. Gardu membawa batu

23 September 05

HANCURKAN PULAU

Waktunya masih panjang

Tapi sengaja ia potong

tak kukenakan gaun malam, siang ini

bimbang

seruak dalam dada

kegelisahan dan keresahan

ombak menderu di tepi pantai

kisruh pasir putih tengah hari

delik mata anjing, menggonggong

sedan lagu merdu burung, berkicau

hancurkan pasir putih sekarang

tanpa menoleh ke belakang

hancurkan pulau

24 September 05

Buku

Aku membaca

Berbagai rentetan aksara

Aksara bersatu padu berderet menyusun nada

berkelindan, berembuk berubah menjadi jiwa raga

Keutuhan terbesar aksara adalah tindakan nyata

Hanya seonggok jasad tak akan mengerti bagaimana

Siapa

apa

Tanpa ada pemahaman, pendalaman terhadap kebuntuan aksara

Dogma, buta, paradigma semua ada padanya

24 September 05

BERPISAH

Reguk teguk

Guyah bersama

Berkelindan

Bersatu padu

Seikat

24 September 05

BEBAS

Akulah yang kelu

Beku

Membatu

Diam kata dalam seribu

Padahal aku tak mau tahu

Yang kuinginkan adalah yang kulakukan

Tiada kepenjaraan manusia di dunia

Selain persepsi lain diri

Jadilah merdeka

Melenggang sanasini

Anjing menggonggong kafilah tetap berlalu

Wanita, aku tak mau tahu apa yang kau sangka

Yang jelas

Aku merdeka…!

Bebas

24 September 05

Perjalanan Disela Kosong

Kutembus rona di bibirmu

Tak dinyana manis sekali

Tak ada apaapa disana hanya segumpal hati

Terbawakan gila

Apa pula kusebutkan hal ini, padahal tak ada artinya

Padahal tak ada artinya

Tiada bermakna

Kelihatan mana ada perempuan di dadanya

kata adalah mantra, mistis, membius jiwa

sampai ke sumsum darah

kata bertenaga revolusi, nonjok segala kebisuan

merombak seluruh keformalan

hancur, lebur, luluh, lantakkan semua binasa

berambisi dengan berkuasa

hegemoni ungkap Gramsci

Kuraba dada diriku kupelajari seluruh makna dalam jiwa

Ngecup lutut tak bertambah

pening kepala terus gundah

perjalanan di sela kekosongan,

benar-benar kosong yang tak bermakna

25 September 05

A + a

Tak ada apa-apa

siapa

dimana

hanya

saja

bagaimana

nyana

sangka

dusta

luka

apa luka akan berdusta

untung kata tak berdusta mengenai luka

luka menghilangkan cinta

hapus saja

25 September 05

Tujuh kali bilang cinta

Jangan kau tolak aku

Seperti dulu.

Terima saja…!

25 September 05

TERASING

Zaman telah merenggutku

Mencabik, mengoyak dan mencuci paksa aku

Melempar dan mendamparkan aku di saujanamana

tak tahu

terhening dan terasing

berlari dalam hutan belantara

hanya tumbuhan liar dan semak belukar

terpengkur aku

bayangan masa silam memburu terus menghantu

kilatan masa depan terkekeh sementara samar

di depanku cerulit di belakang gobang

….

Bingung

06 oktober 05

MALAS

Tak mau beranjak bangun

Kepala pening sejenak tertegun

Tergeletak di kasur sendirian

Memecah kesunyian

Mencari satu persembahan

Cahaya matahari panas

Menusuk, melingkar menembus ke belakang punggung

tak urung

akan bangkit di atas kasur

menyelusuri arti makna diri

mencari semangat yang baru lagi

07 oktober 05

POJOK BUMI

Terhuyung

terpelanting

terhumbalang

tersungkur

di sudut

aku berdiri

lagi

tertatih melawan angin

kuseka keringat dingin

di dahi

ah…

lesu

letih

lelah

lemas

tak berdaya

tergeletak

jauh berjarak

angin bantulah aku, endap pikiran dan rasa

dimana aku bisa melanjutkan studi kehidupan

air liur semakin pahit menjalar keseluruh tubuh

dan ruh

untungnya tidak!!!

Sakit, sisa hari kemarin kubawa lagi hari ini

Mual, sisa hari kemarin kucoba hilangkan lagi

Pedih, peri

Bidadari tolong selamatkan diri ini

Dari kehampaan jeruji kehinaan

Terhuyung

terpelanting

tersingkir

tersungkur

terpengkur

di pojok

bumi

08 oktober 05

Siang Hari

(untuk para birokrat)

Panas

Keringat

Menyembul keluar dari sela-sela rambut

Mengalir melewati pipi ke bawah terus

merenggut

siang hari

(orang sepakat dari jam dua belas sampai jam setengah empat)

para pengemis mencaci maki, setiap saat

para birokrat rapat untuk kesengsaraan rakyat

di atas jerit tangis mereka berdiri

jas dari darah TKI

para birokrat

keparat.

08 oktober 05

DIANTARA DUA EKSTRIM

Perutku mual

Seperti dipelirit; air kelapa menjadi hampas, diperas

Putih. Pucat pasi tak berbekas

Nyeri. Tak terperi; ini sakit kata orang karena kopi

Adalah sebuah kesesatan biologis

Menjerit. Bibirku nyinyir meringis

Aduh…! Tolong sakit sekali!!

Sementara kepala terus dijejali kata

Supper mall yang ramai dikunjungi pengunjung

berbelanja

bergiat dalam keseharian

sebenarnya apa yang dicari?

Tolong kau putar kembali hingga kini;

Apa yang kau dapatkan?

Perutku mual

kepalaku mutar

08 oktober 05

MUIR

Ta,

ta,

ta,

ta, kalut

ta, lut but

ta, lut but

ta, ka ka

ta, lut but

ta, lut, kalang kabut

ta, takut lang but

kata kut lang ka

ta ta ka lang

kut kut lang

kut

09 oktober 05

TAK MAU BERGERAK

Silakan mau berkata

tak mau mendengar

Silakan mau berucap

tak mau mengecap

pergi saja…!

silakan mau berbicara

tak mau menghirau

silakan mau menafsir

tak mau menggubris

enyah saja…!

Gunung meletus, ombak menyeruak

angin puyuh berhumbalang, bumi retak

langit runtuh, manusia jatuh

silakan saja

aku diam

09 oktober 05

Chairil Anwar

-dari sajak Monginsidi, Subagio Sastrowardoyo-

aku adalah dia

yang kusebutkan di muka

dengan dada dan mata merah

dengan semangat membara

aku akan dia

yang kupagutkan dalam pikir dan rasa

dengan pena menghunus musuh di depan

sebuah penyatuan kehidupan

aku menjadi dia

aku bersungguh-sungguh; tak berdusta

hidupku adalah hidupnya

dibangun dari sumsum dan darah

dari kepala

mendidih terlihat di mata

aku benar dia

benar-benar dia

yang meninju para keparat jepang

sehingga berkata:

“ayo…siapa yang akan lebih dahulu menyerah kalah pada kebinatangan ini”

aku terbentuk-nya pada dia

tangan mengepal

tak takut; gentar!

Semua orang melihat pada-nya[ku]

Aku adalah dia

Semangatku adalah semangatnya

Akulah dia

Yang berkata: merdeka!…

di tengah manusia kelu

untuk berkata

yang menulis : bung ayo bung !

dalam pamflet kemerdekaan

jadilah dia

akulah dia

09 oktober 05

Seorang Tokoh

(mengenai dali)

lucu. Seorang teman mengaklamasikan diri

tak ada yang salah, karena dia menyukai

entar…disambung lagi.

Neon Warisman

09 oktober 05

KATA I

belukar aku bersembunyi di pohon kalimat

menyaksikan. Selamat

pembunuhan, perampokan, pemerkosaan karena kata

aku percaya dengan sumsum dan darah kepada Tuhan

karena kata

aku mengasihi kepada seorang perempuan

karena kata

aku perjuangkan seumur hidup untuk kebahagiaan

karena kata

huruf melibas dalam kalimat meruntut menyusun

sebuah kata

09 oktober 05

Ta-Kata

tik tak

tak tik

tok tik

tak tuk

tuk tak

tek tok

tataberkatakatakatatakatakertaraharjatatanantuntunantatkayatanmalakapadahalsiapadia

09 oktober 05

TIBA

tak kuasa

tiba pada waktunya

jam empat lebih empat puluh tiga empat

memakai renda berwarna jingga

tak boleh telat, sedetik

aku menunggu disini selalu.

09 oktober 05

Rindu Terpotong

ternyata aku masih rindu

seperti dulu

sedari dulu

meski sembilu

menyayat pilu

tergerus oleh waktu

tetap dan terus

menunggu

kamu

27 oktober 2005

Ah…ke-Kalah-an

aku kibarkan panji eksistensi

mengubur seluruh rindu di sanubari

kunyatakan perang dengan tatapan matamu

kualunkan genderang badai di depan senyummu

ku atur siasat paling jitu untuk berkilah darimu

ku…aku persiapkan segalanya untuk merobohkanmu

namun, pada suatu pagi

ingatan berbisik tak terasa

memberikan pesan

wajahmu

senyummu

polahmu

kikukmu

matamu

serentak aku bertanya

hei kemana strategiku, pudar !

hei dimana genderangku, sumbar!

Hei kapan perangku, jangar!

Kau benar

Aku masih rindu

27 oktober 05

Siapa

siapa yang akan menjadi pendampingku

menurunkan keturunan

siapa yang akan menenangkan keresahanku

mencoba menghibur di saat duka

siapa yang akan menemani malam panjangku

menyelimuti angin yang kian dingin

siapa yang akan melestarikan fahamku

merajut mimpi bersama

siapa yang akan meneruskan ini

ketika hati mati

siapa siapa

siapa siapa

siapa siapa

SIAPA

Padahal

Kenapa kau khianati janji

Padahal kau lihat aku setia

Padahal…

Mestinya aku tak mencintai

1 November 05

KATA II

kata tak berkata-kata

kata tak bersuara

kata tak berbicara

kata tak berujar

kata tak berungkap

kata hanya diam

kata tak berani membunuh

kata tak bakal memperkosa

kata tak ingin mengkhianati

kata tak mau berbohong

kata tak akan mencekik

kata hanya diam

kata tak berkata-kata

kata siapa

katakana dimana

kata mengapa

kata bertahta diatas kepala

melakukan tindakan nyata

kata bermahkota pada bijaksana

yang

tak akan mandi, makan kemudian pergi setelah

kenyang

kata bukan kata-kata sembarang

kata mampu menembus cakrawala, mengoyak jiwa

raga sang membaca

kata membawa misi-misi seorang pencerita meresap tanpa tersadari

kata menguak kebohongan menjadi kebenaran

kebenaran lenyap muncul dusta

begitu seterusnya

coba simak

siapa yang berani membunuh dengan kata

siapa yang berani memperkosa dengan kata

kata

takut

sikut

mengkerut

larut

dari

mulut

muncul

penakut

datang

pengecut

pergi

ke sudut

bertingkah

seenak perut

2 November 05

Kenangan Di Jalan

waktu itu ia naik delman

haori; seorang perempuan

aku berjalan menyusuri sisi

bersama teman

ketika tatapan mata kami menyatu

layaknya suraloka berada di depan mata

seketubuh dalam seluruh

dia lemparkan senyuman

sembari lambaikan tangan

berseri senyuman

kujawab dengan senyuman simpul

sebab kumalu;

miliknya bersama-ku

tapi aku bahagia mengenai

pertemuan itu mengenai

senyuman itu mengenai

lambaian tangan itu

perihal kenangan itu

2 November 05

Maaf

kugoreskan pena

hendak merubah maaf dalam kata

membalut makna

kuambil langkah pikiran

hendak merubah maaf menjadi tindakan

menngharap kebahagiaan

kucetuskan cerita

hendak mengganti dengan sebuah deretan episode

menjumput hikmah

maaf

terbersit menyeruak dalam benak

kesalahan sempat dilakukan

kekisruhan termakarkan

tindakan menjadi setan

deretan kalimat menjelma malaikat

maaf aku dulu membuatmu luka

mengganggu sayatan menjadi ternganga

lebih besar

kaupun jadi gusar

maafkan

2 November 05

Sakti Pena

menulis adalah perjuangan

antara menguatkan kebahagian

meredam kepedihan

menggabungkan kata-kata, berubah jadi kalimatm meruntun sebuah paragraph tercipta sebuah prosa

sajak

puisi

cerita

roman

aporisma

atau apa saja

dengan sebuah cerita derita menjadi tertanggungkan

menulis adalah kehidupan

tinta air lautan

pena hutan belantara

sementara

garispanjang titian hidup; kita

kertasnya

mengabadikan usaha rakyat jelata

tidak kaya raya

menjadi pahlawan

panutan

pedoman

pelajaran

menggerakkan tangan menuntut dapatkan

makna

2 November 05

Seperti Biasa

matahari terbit dari barat tenggelam di sebelah timur setiap manusia per se menghirup udara

kepala sekolah pergi ke kantor

ada kejahatan terjadi di belahan dunia

perampokan, pembunuhan, pembegalan, pembunuhan, pekerjaan kotor…!

Manusia makan ketika lapar

minum ketika haus

umat manusia ada mati kelaparan

ada bahagia mendapat tunjangan

ada menangis

bersedih

meringis

bersuka ria

semua kejadian seperti biasa

bulan, bintang, matahari berputar pada porosnya

pagi diganti siang

siang ditelan petang

petang ditendang

malam bertandang

pagi datang

tak ada yang beda hanya setiap makhluk bertambah usia satu hari

makin akrab dengan mati

4 November 05

Khayalan

menunggu bidadari

menanti peri

…selalu dinanti

setia membuka mata di pagi hari

meski kawah panas ada di sanubari

datang dengan jentik jari jemari, membahagiakan

datang dengan tatapan mata, menghangatkan

tutur kata lembut pengharapan

menanti datangnya pernikahan

untuk mengisi kekosongan jiwa hampa

tiada terperi bukan iri

selalukah harus dinanti

kapan datangnya wahai kau peri, bidadari, putrid, haori

oh tak pasti

tapi kau kan datang padaku

selayu bunga tanpa tetesan air

sebusuk batu nisan tak pernah dibersihkan

bidadari datanglah padaku

kau selalu dinanti

6 November 05

Singgap

dimana hidupku

disini kosong

disana kosong

diam tak selalu

bicara mengganggu

dimana tempatku

6 November 05

Lepaskan Saja

sudah lepaskan saja bunga itu

biarkan ia mekar digenggaman orang lain

sudah relakan saja kembang itu

biarkan ia merekah di taman orang lain

sudah biarkan saja

sudah biarkan saja

tak perlu meneteskan air mata karena kepergiannya

ia tak mungkin kaumiliki

kalaupun bisa bagaimana pula kau memperlakukannya

hentikan saja siraman bunga itu

coba, sedari dulu kau sadar

8 November 05

Entahlah

dunia dihiasi tradisi

ada harapan, ada ketakutan

doktrinasi

menjejal sampai mati

kau tak bisa elak; hanya ikuti

kau tak bisa berkelit; tak usah tangisi

genggam erat kebijaksanaan dalam kepala

lakukan cermat kebahagiaan dalam kakikata

8 November 05

Segan

segan tak mau mendekat likaliku semburat

terjawab sudah; rembulan menjaga pagi

mencuri eksistensi matahari

derivasi cahaya menuntun

jemarijemari

rakit rakit berhaluan di atas gelombang pasang

nelayan lepas tandas menantang

berjuang untuk perang melesat kedepan

jangan tak pulang

27 November 05

Mencari Jodoh

aku pergi ke taman penuh bidadari

berjejer duduk rapi

bergaun anggun tak bersayap

adalah hinggap dalam hati

adakah seorang bidadari kunikahi

kutengok ke sekeliling

semua pergi

27 November 05

SAAT OMONG TAK KOSONG

AKU BERBICARA DENGAN WAKTU

DISUMPAHI LANGIT

AKU BERKATA DENGAN LAKU

DISAKSIKAN BUMI

1 DESEMBER 05

Saat Aku

aku tak menjadi aku

saat aku mengaku-ngaku

kau terpaku melihatku

kelu seribu diserbu

pertanyaan sembilu

memutar waktu

sana kemari

kian tak terus

1 desember

Anjing…!

Anjing benar kau adanya

Ku berteriak tak menghirau

Anjing benar kau adanya

Ku berkata dijawab ucapan sengau

Anjing…!

Anjing…!

Kotoran sampah, tulang belulang adalah nafasmu

Borok, liur, ludah, lidah menjulur

Anjing benar kau adanya

Gongmenggonggongdalamtong

Sumpah, anjing benar kau adanya.

2 desember 05

Maki

Wajah, hati ini milik siapa

Berkencan dengan siapa khianat saja

Hati mengecup dahi

Maki saja dengan kata ilahi

Angkat kaki saja dari sini

Tak terpuji

Berjalanjalan jalan lurus memandang kedepan

Tantangan halangan rintangan…

Dekat setan menyapa

Oh… ini siapa

Tak ada yang rugi, mau kemana

Tak perlu ucap cecah jiwa

Dasar bangsat!

Nada penghidupan, kertas ceruk rasa

Menggelar sajdah terhampar

Semua orang terlempar terkapar

Tak bernyawa

Ini hati milik siapa?

Miliksiapa?

Kecut nyawa…

Terkabur tak berperasa

Ini hati milik siapa

Milik siapa

Milik siapa

Jangan berucap aneh

Sepi dalam keramaian

Pengantin tak berpenghuluan

Berpelukan

Reguk caci jiwa dan nyawa

2 desember 05

Panggilan

nada jiwa menyeru

tak kuasa ‘tak menghirau

memanggilmanggil membentot kesadaran tujuan

mengingatkan siapa aku di bumi

mengernyitkan dahi menanti ilham

datanglah oii…!

kuputar narik kendali

kuikatkan tali temali

jarijemari bisu. Tuli

tak berkata

bicara

bersuara

datang tiba-tiba menghenyak, menghentak

aku diam terpaku,tersentak

mataku nyalang tidak picing

badanku gemetar. Rambutku terurai

kepalaku pening. Terpelanting. Bingung

ini malam siapa punya

wajah berdarah oleh siapa luka

ambil saja cemeti. Rusakkan gada

mari menari

menuju suraloka

2 desember 05

Heran

Tak biasa

Tak bercengkrama

Kau pulang, begitu saja

2 desember 05

Pemandangan

kulemparkan pandang di sebalik jendela

terhampar pemandangan pohon hijau di pagi hari

tiap pasti besok datang lagi

mengingatkan kemusnahan datang menerpa

menguatkan kehidupan tidak abadi

siklus tak terhenti sampai disini

cecah mencakmencak ketika bicara

nanti di siang hari

apakah siang akan ada pemandangan lagi?

2 desember 05

Buat Hendra

kenapa sih kau bulat

berbicara mata selalu tertutup

kaki bergerak jempol tertarik ke atas

kenapa sih kau bulat ?

apakah perut borobudur bertempat

kenapa sih kau bulat

kenapa sih kau bulat

bulat

2 desember 05

Bulat

bul at

bul at

bul at

bul at

bul at

bul at

bul at

bul at

bul at

2 desember 05

Tegang

menghentakkan kaki. Memerah mata

meneriakan suara meski terbatabata

“binatang kau adanya”

mata terbelalak, sebilah pisau ia angkat

ditancapkan ketubuhnya, matanya

darah membuncah. Tapi ia tertawa,…menangis

dan

mati

2 desember 05

Isteri

“jadilah pendamping hidupku”

“jangan pergi sendiri”

pintu terpelanting

nyelonong keluar dan berkata

“bayar dulu sisa kemarin”

“dasar pelacur…!”

Saat Omong Terus Kosong

bohong

melompong

bersuara tak terdengar kata

menulis dimana tulisan, tiada

melukis tanpa kanvas, cat, pena, penghapus

melongo saja

menikah ; pengantin kabur, mahar tipis, penghulu ngutang

mengendara tanpa kendara, jalan kaki saja

2 desember 05

Tungkul

terkatup. Tertunduk

dzhh….zzzzhh

ngantuk

2 desember 05

Jengah-ku

-Sekedar penghantar-

Lembaran hari, titian detik, gerusan waktu tak tentu mendapatkan sesuatu, dengan kata tertanggungkanlah sebuah derita. Kata kata ini hanya mampu untuk berkata kata tanpa pretensi apa-apa. Mohon diterima dengan arif bijaksana karena berasal dari manusia yang hanya mampu melungu supaya tidak disebut dungu.

Penggalan rasa, kadang berisi kekakuan laku termanifestasi dalam rentetan kata.

Kupersembahkan ini padamu haori yang telah dirampas dari kekinianku. Kusuguhkan ini untuk secangkir kopi mocacino yang setia menemani merangkai kata; tersusun sebuah nada. Rasa pahit-mu membangkitkan inspirasi meski membuat sakit. Bagi keluarga, teman, sahabat, musuh, haori, aku yang lain.

Kupersembahkan ini untuk-Mu Semesta…!

N

a

h

-katadititiknol-

Te-Taufiq-Er

Tidak ada komentar: